OPINI – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu inisiatif strategis pemerintah yang menjadi sorotan dalam agenda pembangunan nasional. Program ini tidak sekadar kebijakan bantuan sosial, tetapi merupakan investasi jangka panjang dalam membangun sumber daya manusia (SDM) unggul, sehat, dan berdaya saing tinggi. Melalui MBG, pemerintah berupaya mempercepat kemajuan bangsa dengan memperkuat fondasi utama pembangunan yaitu kualitas gizi dan kesehatan anak-anak Indonesia.
Pemerintah memahami bahwa kemajuan ekonomi dan pembangunan nasional tidak akan berkelanjutan tanpa SDM yang sehat. Karena itu, program MBG dirancang bukan hanya untuk menekan angka stunting, melainkan juga untuk memastikan setiap anak Indonesia mendapatkan akses yang merata terhadap makanan bergizi, terutama di lingkungan sekolah. Dengan pendekatan ini, anak-anak diharapkan dapat tumbuh dengan baik, berprestasi, dan berkontribusi dalam membangun bangsa.
Melalui MBG, pemerintah menargetkan pemberian makanan bergizi kepada pelajar sekolah di seluruh wilayah Indonesia. Makanan yang diberikan harus memenuhi standar gizi yang ditetapkan, dengan komposisi karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral yang seimbang.
Akademisi IAIN Gorontalo, Sahmin Madina mengatakan program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan langkah strategis pemerintah untuk mempercepat kemajuan bangsa melalui investasi gizi generasi muda. MBG bukan sekadar program sosial melainkan instrumen percepatan pembangunan sumber daya manusia yang akan menentukan masa depan Indonesia.
Menurut Sahmin Madina, MBG adalah investasi jangka panjang untuk membangun kualitas manusia Indonesia. Dampaknya langsung pada perkembangan kognitif anak, produktivitas, dan daya saing bangsa. Jika dijalankan dengan baik, MBG akan menjadi akselerator kemajuan Indonesia.
Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 menunjukkan prevalensi stunting nasional berhasil ditekan hingga 19,8 persen. Angka ini memperlihatkan arah kebijakan gizi nasional yang tepat.
Sementara itu, Prof. Fatma Lestari dari Universitas Indonesia mengatakan bahwa Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi langkah besar bagi masa depan bangsa Indonesia. Inisiatif ini bertujuan untuk meningkatkan status gizi masyarakat, terutama anak-anak di sekolah. Namun, fokus tidak hanya pada aspek ‘gratis’ dan ‘bergizi’, tapi juga pada keamanan pangan. Keamanan pangan adalah elemen krusial yang harus diperhatikan.
Prof. Fatma mengakui itikad baik pemerintah dalam menciptakan generasi emas melalui program MBG. Program MBG diharapkan dapat berjalan dengan baik, namun perlu diingat bahwa program ini tidak dapat berjalan sendiri. Program ini harus dibarengi dengan jaminan keamanan pangan (food safety) serta higiene pangan (food hygiene).
Keberhasilan program MBG tidak hanya bergantung pada satu lembaga. Pelaksanaannya melibatkan kolaborasi lintas sektor, mulai dari Kementerian Pendidikan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Sosial, hingga pemerintah daerah. Kolaborasi ini menjadi penting agar seluruh tahapan mulai dari perencanaan menu, distribusi bahan pangan, hingga pengawasan pelaksanaan di lapangan berjalan secara efektif dan akuntabel.
Salah satu aspek penting dari implementasi MBG adalah pemberdayaan ekonomi lokal. Pemerintah mendorong agar bahan pangan yang digunakan dalam program ini bersumber dari produk lokal, termasuk hasil pertanian, peternakan, dan perikanan dari masyarakat sekitar. Dengan cara ini, MBG tidak hanya meningkatkan kesehatan anak, tetapi juga menggerakkan roda perekonomian daerah.
Selain itu, keterlibatan dunia pendidikan menjadi kunci. Sekolah berperan aktif dalam mendukung edukasi gizi kepada siswa, guru, dan orang tua. Anak-anak tidak hanya diberi makan bergizi, tetapi juga diajarkan pentingnya pola makan sehat dan kebersihan. Pendekatan edukatif ini diharapkan dapat membentuk perubahan perilaku jangka panjang, di mana generasi muda tumbuh menjadi individu yang sadar akan pentingnya gizi bagi kualitas hidup.
Efek domino dari program MBG sangat luas. Dari sisi sosial, MBG memperkuat semangat gotong royong di masyarakat. Banyak kelompok masyarakat, mulai dari organisasi wanita, koperasi sekolah, hingga pelaku UMKM kuliner, ikut terlibat dalam penyediaan makanan sehat bagi siswa. Ini menciptakan ekosistem baru yang produktif dan kolaboratif.
Dari sisi ekonomi, MBG menjadi stimulus bagi sektor pangan lokal. Permintaan terhadap bahan makanan seperti beras, telur, sayur, ikan, dan buah meningkat, sehingga petani dan nelayan mendapatkan pasar yang lebih stabil. Dengan demikian, program ini turut memperkuat ketahanan pangan nasional sekaligus memberdayakan pelaku usaha kecil.
Selain itu, MBG mendorong inovasi teknologi pangan dan logistik. Beberapa daerah mulai mengembangkan sistem digital untuk memantau distribusi makanan, memastikan higienitas, dan mengontrol kualitas gizi. Inovasi semacam ini memperkuat transparansi serta meningkatkan efisiensi pelaksanaan program.
Partisipasi publik menjadi elemen penting dalam keberhasilan MBG. Orang tua, guru, dan masyarakat diharapkan ikut berperan dalam memantau dan memberikan umpan balik terhadap kualitas makanan dan pelaksanaan program di sekolah. Dengan dukungan dan keterlibatan semua pihak, MBG dapat berjalan lebih transparan, efektif, dan tepat sasaran.
Program Makan Bergizi Gratis merupakan bukti nyata bahwa pemerintah tidak hanya fokus pada pembangunan fisik, tetapi juga pada pembangunan manusia sebagai aset utama bangsa. Dengan memastikan anak-anak Indonesia tumbuh sehat dan cerdas, pemerintah sesungguhnya sedang menanam benih kemajuan jangka panjang.
Melalui MBG, Indonesia sedang membangun generasi penerus yang kuat, berkarakter, dan berdaya saing global. Program ini bukan sekadar distribusi makanan, melainkan langkah strategis dalam mempercepat kemajuan bangsa. Dengan sinergi seluruh elemen yakni pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha, MBG diharapkan menjadi salah satu tonggak penting menuju Indonesia Emas 2045, di mana kemakmuran, kesehatan, dan kecerdasan menjadi milik seluruh rakyat Indonesia.
Oleh: Dhita Karuniawati (Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia)